Pakaian yang Menelanjangi

By Angela - June 29, 2020



Dunia fashion semakin menggila. Menawarkan sejuta model dan bentuk pakaian yang unik, menarik dan tercabik. Bagaimana tidak, pakaian tersebut dibentuk sedemikian rupa sehingga pemakainya menjadi pusat perhatian. Dirobek sana-sini, terlihat compang-camping namun modis, sengaja dibuat berlubang agar memperlihatkan sisi tubuh tertentu. Semua ini dipersembahkan bagi para perempuan. Memenuhi hasrat akan eksistensi dan atensi dari kaum adam yang seketika mengalami turbulensi oleh karenanya. Tidak ada yang salah selama para konsumen memiliki duit, kan? Buat apa pula mencampuri urusan berpakaian orang lain. Toh, kalau dia memakai bikini sekalipun, tak akan mengganggu pribadi ini. Ini bukan pula masalah kecemburuan perempuan yang satu terhadap perempuan lainnya karena ketidakmampuan menyaingi kemolekan satu-sama lain. Ini sama sekali bukan masalahnya.

Yang jadi masalah adalah ketika hasrat memperoleh atensi ini dibawa ke dalam kehidupan menggereja.

Tengoklah sejenak orang di kiri-kananmu, atau depan-belakangmu, atau yang melintas sekejap dan sempat tertangkap oleh matamu. Layakkah mereka datang beribadah dengan pakaian erotis nan mengundang itu?! Jangankan pria, saya sebagai seorang wanita pun merasa malu melihat kondisi para perempuan yang berpakaian namun seakan telanjang, dengan percaya diri melintas di depan bait Allah yang kudus. Sudah merasa kuduskah mereka dengan segenap aksesoris cabul yang melekat di badan? Kecelakaan berpikir membuat orang-orang ini tidak lagi bisa membedakan cara berpakaian yang sopan dan tidak. Benar-benar kacau.

Maaf, saya tidak berniat menghakimi. Saya pun sama sekali tidak menganggap diri saya kudus-sekudus-kudusnya dibanding mereka. Hanya saja, perilaku yang mereka tunjukkan membuat saya malu dan muak. Suatu hari, seorang teman saya yang nonkristiani bertanya,
“kenapa sih orang Kristen kalau ke gereja kebanyakan berpakaian minim dan seksi? Apakah itu tidak apa-apa?”

Saya tidak tahu harus menjawab apa. Saya K.O.

Seseorang menilai sesuatu dengan melihat apa yang ada pada dirinya terlebih dahulu sebagai perbandingan. Otomatis, kaum nonkristiani akan membandingkan bagaimana mereka diharuskan untuk berpakaian sebaik mungkin untuk menutupi aurat atau hal yang tidak seharusnya dilihat oleh lawan jenis yang jelas-jelas tidak berhak atasnya. Menjaga kesucian, menjaga kemurnian. Iya, budaya timur. Ingatlah, kita hidup di tempat yang sangat kental dengan budaya ketimuran. Jadi, berhentilah bertingkah kebarat-baratan. Berhentilah merasa bangga mengenakan produk yang justru merusak citra kaum kristiani karena tidak digunakan pada waktu dan tempat yang tepat.

Ke gereja mengenakan pakaian minim, untuk apa? Mau ditunjukkan kepada siapa anggota tubuh itu? Pastor kah, Frater kah, para misdinar kah, atau siapa? Atau ingin membandingkan tubuh itu dengan tubuh Kristus?! Saya hanya tidak habis pikir, kaum hawa yang bertingkah demikian adalah orang dewasa. Orang yang dari segi kematangan pemikiran harusnya sudah pandai menempatkan diri. Kapan harus mengenakan pakaian olahraga, kapan harus memakai daster, kapan harus memakai kebaya dan kapan harus berpakaian minim. Silahkana, pakailah sesukamu, hanya saja jangan ke gereja. Sekali lagi saya tidak berniat untuk menggurui. Saya hanya prihatin melihat kondisi ini, bahwa kita telah mecoreng nama baik kita sendiri, mencoreng pandangan orang tentang kaum kristiani dan mecoreng kekudusan Allah. Membuat orang banyak men-generalisir bahwa orang krisitiani hobi berpakaian minim saat beribadah.

Bayangkan, sepanjang perjalanan dari rumah menuju gereja, pasti ada-ada saja orang yang memperhatikan. Bagaimana pandangan mereka. Mungkin sebagian orang yang membaca ini akan berpikir “untuk apa memedulikan pendapat orang lain”. Jika menyangkut pribadi, lakukanlah sesuka hati. Masalahnya, kita sedang membahas identitas sebagai umat kristiani yang ikut terbawa-bawa oleh tingkah segelintir orang, terlebih karena hal ini menyangkut prosesi ibadah dimana kita seharusnya membersihkan diri dari dosa, bukan sebaliknya.

Saya pernah suatu waktu berkumpul bersama teman-teman kaum muda seusai beribadah, yang mayoritasnya adalah laki-laki. Mungkin karena kekurangan bahan pembicaraan, mereka malah membicarakan hal-hal yang memalukan untuk didengar. Mereka bergantian melontarkan ungkapan-ungkapan dan komentar setiap kali melihat perempuan yang masuk maupun keluar gereja, yang menurut mereka ‘menarik perhatian’ karena memakai pakaian yang minim. Terlepas dari siapa kita, Kristen atau bukan, kau adam secara alamiah memang memiliki naluri dan ketertarikan untuk hal-hal seperti itu. Bagaimana tanggapan orang-orang secara umum kemudian? 

Ayolah, saya lagi dan lagi tidak ingin terlihat paling benar. Saya hanya mencoba membuka mata kita semua akan hal ini. Toh, tidak ada satupun gambar Bunda Maria ataupun para Santa yang mengenakan pakaian minim, kemudian dipajang di gereja. Tidak ada. Justru dari merekalah kita bisa bercermin, bagaimana sebaiknya kita menghadap Tuhan. Berpakaian rapi dan sopan, mengenakan gaun dan kemeja yang menjaga harkat, martabat dan keanggunan seorang perempuan. Ini menghadap Tuhan loh. Masa kita dengan bangganya datang ke hadirat tuhan dengan bentuk kedosaan kita?

Berpakaian minim sah-sah saja, selama dikenakan pada tempatnya. Jalan-jalan ke mall, hang out, berwisata, jogging, berenang, di kamar tidur, dan sebagainya. Ada begitu banyak opsi tempat untuk melampiaskan kegemaran berpakaian minim. Lalu, kenapa harus di Gereja?

  • Share:

You Might Also Like

0 Comment